TEMPO Interaktif, Jakarta -Majalah Rolling Stone edisi terbaru, Maret 2011, membuat cover story tentang Justin Drew Bieber dengan judul: “Super Boy. The Biggest Teen Idol in the World”. Betapa tidak, di Twitter, follower-nya sudah tembus angka 7,6 juta.
Wajahnya yang imut membuat penyanyi asal Kanada kelahiran 1 Maret 1994 itu tak cuma digilai anak baru gede (ABG) di berbagai pelosok bumi. Ibu Negara Amerika Serikat Michele Obama pun tak sungkan turut berjingkrak saat remaja ajaib itu bernyanyi.
Fenomena itu membuat dua penerbit buku di Tanah Air berlomba menjual kisah hidup Justin. Penerbit Ufuk pada Desember 2010 menerbitkan Never Say Never, yang ditulis Chas Newkey-Burden (penulis biografi Michael Jackson). Awal Februari lalu, giliran kelompok penerbit Mizan merilis First Step 2 Forever. Keduanya menampilkan wajah Justin nan imut sebagai gambar sampul, dibalut kaus berwarna biru.
Secara substansi, isinya tak berbeda. Cuma, teknik penulisan Never Say Never dibuat bergaya novel, sedangkan First Step 2 Forever bergaya buku harian karena itu diklaim sebagai otobiografi. Dari sisi penerjemahan, First Step, yang mengikuti gaya komunikasi remaja masa kini, terasa lebih luwes ketimbang Never Say yang formal.
Kisah hidup Justin dalam First Step, yang hak ciptanya dipegang Harper Collins Publishers, terbagi dalam tujuh bab. Kisah dimulai dengan gambaran kedekatan dirinya dengan sang kakek (Bruce), meski bukan kakek kandungnya. Juga kisah kedekatannya dengan keluarga; manajernya, Scott “Scooter” Braun; dan kampung halamannya, Kanada.
Drum adalah alat musik pertama yang dipelajari Justin pada usia 6 tahun. Sedikit lebih besar, barulah ia belajar memetik gitar dengan tangan kidalnya. Semua dipelajari secara otodidaktik. Maklum, sebagai orang tua tunggal, sang bunda tak mampu membiayai Justin untuk les musik.Sadar dengan kemampuannya bermusik, pada usia 12 tahun Justin mengikuti kompetisi bakat lokal yang digelar Stratford Youth Centre pada Januari 2007.
Kala itu ia menyanyikan lagu 3 AM milik Matchbox Twenty dan Fallin milik Alicia Keys. Meski cuma menempati posisi ketiga di ajang itu, Justin mengaku sangat puas. “Karena dikelilingi oleh cewek-cewek cantik, menang atau kalah, tidak jadi masalah buatku,” tulisnya.
Dari Stratford Star, Justin memutuskan mengamen di Festival Shakespeare Stratford. Hasilnya, dalam beberapa jam terkumpul US$ 200 dalam kotak gitarnya. Ia kian bergairah. Selanjutnya Disney World dipilih sebagai arena untuk mengamen.
Di situlah sejumlah wisatawan yang membawa kamera video merekam aksinya. Beberapa di antaranya mengunggahnya ke YouTube, dan disukai banyak orang. Orang-orang pun mulai menelepon Justin, bertanya apakah ia memiliki agen atau manajer. Hingga akhirnya pada musim gugur 2007, Scooter menelepon ibu Justin untuk menemuinya di Atlanta.
Nasib baik kembali menimpa Justin. Di Atlanta, secara tak sengaja di tempat parkir ia bersua dengan Usher, yang amat diidolakannya. Kepada penyanyi R&B itu, Justin mengutarakan niatnya untuk bernyanyi di hadapannya. Scooter terus merekam aksi Justin menyanyi dan mengunggahnya ke YouTube. Ibunya pun demikian. Dari sanalah pertama kali Justin memiliki banyak penggemar.
Tak cuma Usher, Justin pun kemudian bernyanyi dengan idolanya yang lain, Justin Timberlake. Justin pun akhirnya mendapatkan kontrak rekaman dengan Island Def Jam. Setelah berguru pada pelatih vokal Jan Smith, Justin kemudian dibuatkan dua album berjudul My World dan My World 2.0. Dunia Justin pun berubah total. “Benar-benar gila… tiba-tiba aja seluruh dunia memperhatikanku,” ujarnya di Bab 6, “Selamat datang di Duniaku”.
Layaknya remaja, sesekali Justin kesulitan mengontrol emosinya. Saat gagal dalam ujian tes mengemudi untuk mendapatkan surat izin mengemudi (SIM), misalnya, ia sempat mutung dan memilih pulang ke rumah dengan berjalan kaki meski tengah hujan deras. “Aku tidak akan mau duduk di kursi penumpang. Rasanya seperti bocah 10 tahun saja. Aku bahkan tidak ingin naik mobil ibuku dan duduk di sebelahnya. Aku lebih memilih jalan kaki,” tulisnya di bab terakhir.
Di buku Never Say, sosok Usher, yang amat berjasa di awal karier Justin, mendapat porsi satu bab tersendiri. Justin, yang dikenal rendah hati, menempatkan Biebermania --sebutan untuk para penggemarnya--dalam satu bab khusus pula.
Seperti halnya First Step, Never Say, yang sudah difilmkan dalam format 3 dimensi dan mulai beredar pada 11 Februari lalu, diselipi dengan 24 foto Justin. Tapi pencantuman lirik lagu-lagu Justin yang menyita hampir 100 halaman sepertinya berlebihan. Sebab, penggemar akan dengan mudah mencari lirik lagu itu di Internet. Penggemar yang membeli buku Justin tentu ingin mendapat cerita pribadi dan cerita di balik layar penampilan Justin ketimbang lirik lagu.
Tessa Febiani, editor buku anak, tinggal di Jakarta
Judul: Justin Bieber: Never Say Never Penulis: Chas Newkey-Burden Penerjemah: Melody Violine Penerbit: Ufuk Press Terbit: Desember 2010 Tebal: 376 halaman Judul: Justin Bieber - First Step 2 Forever: My Story Penerbit: Kaifa for Teens PT Mizan Pustaka (Indonesia) Penulis: Justin Bieber Penerjemah: Adisty Septiani Terbit: Februari 2011 Tebal: 240 halaman.
0 comments:
Post a Comment